top of page
Search

Idul Adha dan Thailand

  • Writer: Rofidatul Hasanah
    Rofidatul Hasanah
  • Sep 1, 2017
  • 5 min read

Spending Ied Adha far away from Home


Jamaah laki-laki sholat idul adha di depan Masjid Taawun Bangpu Pattani

Aku pikir datang sebagai muslim di Thailand dengan Islam sebagai agama minoritas akan jadi akwward moment, yang gak mungkin bisa ketemu yang namanya forum melingkar seperti yang dilakukan teman-teman organisasi di Indonesia, gak ada Assalamu’alaikum dan Wa’alaikumsalam di awal dan akhir perjumpaan, dan bakal susah menemukan wajah-wajah Thailand yang bertudung juga berkopiyah (ok fine, kerudung dan kopiyah memang bukan simbol satu agama; islam saja, tapi yang membudaya kan bisa bikin kangen juga) dan yang terakhir seperti akan jadi tidak mungkin mendengar suara takbiran di malam lebaran, Idul Adha dan Idul Fitri.


Anyway, perkiraan itu salah besar. Islam mungkin memang minoritas, menurut Wikipedia, islam banyak dijumpai hanya di 5 wilayah di Thailand, antara lain Provinsi Pattani (80%), Yala (68,9%), Narathiwat, Satun (67,8%) juga Songkhla. Dan menurut penuturan salah satu teman Muslim yang kebetulan namanya juga Muslim, 3 wilayah dengan warga muslim terbanyak di Thailand yaitu Pattani, Yala dan Narathiwat. Kebanyakan Muslim and the gank juga berasal dari tiga wilayah tersebut. Wait? Teman muslim, beragama islam? Yup! Ternyata aroma islam disini masih menyeruak dengan wangi. Banyak perempuan-perempuan muslim berhijab, yang kalau ketemu sesama muslimah yang juga berjilba, kenal gak kenal, dimana aja pasti say “Assalamu’alaikum” dengan senyum manis dan tulus. Uhhh. Ramah banget kan? Juga banyak akhi-akhi yang dengan senang hati jadi imam, eh bukan (itumah impian anak perawan. Haha) yang dengan senang hati jadi kawan dan membuka tangan untuk selalu siap membantu kita sebagai pendatang (bukan membuka tangan untuk memeluk ya, please, anak perawan jangan sering nonton drama korea). Ada juga yang dulu luput dari cerita kakak-kakak senior yang udah pulang dari Thailand atau aku yang melewatkan cerita mereka ya? Yaitu adanya Musim club di Rajamangala University of Technology Thanyaburi. Kerinduan ngumpul dan diskusi malam Jumat bersama sahabat/i terobati disini, kebetulan harinya sama, yaitu malam Jumat, bedanya gak yasin tahil dulu, diawali dengan makan bareng, terus kita diskusi mengalir tanpa topik yang disepakati sebelumnya, atau program ke depan apa yang akan dilaksanakan, kayak seminggu kemarin membahas anniversarynya muslim club ke 20 tahun juga sumbangan buat pembangunan masjid, maklum disini gak surplus tempat ibadah kayak di Indonesia khususnya di Jember, jadi masih perlu tuh membangun masjid.


Nah, kembali ke judul, Momen idul adha. Muslim dan kawan-kawannya yang baik itulah yang kemudian ngajak kita buat sholat bareng di Masjid Taawun Bangpu Pattani. Sebelumnya kita orang Indonesia yang cuma 8 gelintir ini berencana sholat di KBRI, tapi kita kan insyaallah bakal melewati dua hari raya di Thailand, masak iya mau dilewatkan di KBRI semua? Gak pengen merasakan sholat ied bareng warga Thailand dan gak pengen tahu budaya mereka di hari raya gitu? Gak pengen apa ketemu masjid dan sholat disana? From that questions kita memutuskan untuk menerima ajakan Muslim and the gank.

Ke-gati-an dan baiknya ibu Taton bikin kangen ke Mak Sringah (nenek)


Karena tempatnya yang lumayan jauh (kurang lebih dua jam dari tempat kita tinggal) dan takut macet jadi kita berangkat malam Jumatnya. Berangkat hari Kamis pukul setengah delapan malam, oper bus sebanyak tiga kali plus dijemput mobil salah dua warga muslim di sekitar masjid tujuan, dan tanpa gema takbiran di sepanjang perjalanan, akhirnya kita sampai. Ekspektasi sepanjang perjalanan adalah akan segera menemukan gemerlap masjid dan rumah-rumah yang sedang merayakan idul adha juga suara takbiran, but it’s just an expectations, sampai disana redup, gak banyak rumah, masjid sepi, ada sih gerumbulan akhi-akhi yang udah datang duluan ngumpul di apa ya? Kayak di pendopo gitu, tapi tetep aja sepi. Then, kita yang perempuan yang hanya berjumlah 10 orang digiring ke salah satu rumah, diarahkan ke ruangan besar ber-ac, bersih, banyak bantal-bantal empuk, selimut, dilengkapi dua kamar mandi, setrika dan stop contact (karena kita pecandu gadget gak bisa membiarkan gadget-gadget kita kehabisan daya, so? Stop contact adalah nimat luar biasa) dan disitulah kita tidur.


Dibangunkan dengan tepukan roomate di Pasongkawna, setengah keriyip-keriyip terdengar suara takbiran dengan nada yang sama di rumah, suara takbiran? Ya Allah akhirnya dengar suara takbir. Gak tahu kenapa hati rasanya basah bisa dengar suara takbiran setelah satu bulan suara adzan dari masjid aja gak dengar, lah wong gak ada masjid di sekitar kampus. Semakin mbrebes mili saat udah ngumpul semua di masjid, liat orang-orang berdatangan, lihat ibu-ibu sama anak-anak kecil jadi keingat ibu sama Rafa di rumah, ada juga bapak-bapak berkopiyah yang cara jalannya dari belakang masyaallah mirip banget sama bapak, sama Mr. Abu Nawasku. Hiks, padahal baru juga idul Adha, apa kabar nanti pas Idul Fitri? Pas udah setahun gak pulang? Huwaaaaa.


Jangan berharap pulang dari sholat ied dapat daging kurban ya? No. Gak ada yang kurban, disini malah masak-masak dari pagi sebelum sholat ied (anyway sholat dimulai pukul 9 pagi). Masak nasi lemak, sup ayam, “sambal” dengan aroma paksi di setiap masakannya (Paksi adalah sejenis sayuran mirip seledri dengan aroma yang khas, kalau baru kenal sama paksi pasti bakalan setuju kalau rasa dan aromanya mirip Walang Sangit, tapi lama kelamaan cocok kok di lidah), ada juga buah-buahan dan makanan khas hari raya namanya Tukpat (pasti pada mikir sejenis ketupat? Bukan, makanan satu ini malah lebih mirip perpaduan lemper dan Nagasari, ketan dengan isi gula merah meleleh dan aroma-aroma pisang terbungkus daun pisang, ya imajinasikan sendirilah gimana bentuk dan rasanya). Setelah sholat ied selesai semuanya ngumpul di tempat kayak pendopo yang tadi sudah disebutkan, makan bareng, ngobrol, dan kita nih yang orang Indonesia jadi objek interview mereka. Haha.


dari Kiri, Annisa sang translator, ibu Tatoh, roomate, ibu Habsyah dan saya

Mereka hanya 7 keluarga disini membangun masjid yang kemudian jadi tempat sholat idul fitri dan idul adha bagi para pendatang khususnya mahasiswa seperti kami. Alhamdulillah, mungkin rejeki dari Allah memang setara dengan usaha kita untuk memberi. Mereka yang minoritas ini memperlakukan kami dengan baik, rumah yang kami tinggali untuk tidur ternyata adalah rumah Imam masjid. Kita di jemput dan diantar di halte bus menggunakan mobil mereka, dijamu dengan makanan dan buah-buahan yang tidak sedikit. Orang-orangnya ramah, dengan keterbatasan bahasa mereka mencoba memberikan semangat dan nasihat buat kami (Alhamdulillah ada translatornya, Annisa dan Maudud temennya Muslim juga Muslim sendiri). Banyak kisah-kisah inspiratif juga yang bisa kita dengar, dari mulai anak-anak mereka yang kuliah master di indonesia yang sekarang kerja di Jeddah dengan penghasilan 100.000 baht perbulan, ada juga yang kuliah di Malaysia lanjut di Mesir dan menikah dengan orang sana. Ibu Tetoh dan ibu Habsyah kedua perempuan pemilik anak-anak yang bagi saya pribadi luar biasa itu berkata bahwa kita hanya perlu memantapkan hati secara 100% untuk setiap langkah yang kita ambil, dan sebagai seorang perempuan cukuplah kita terus dan terus memperbaiki diri dan belajar, masalah imam, nanti biarkan jodohmu yang nemuin kamu. Haha. Oke-oke buk, siap!


Berat rasanya mau pulang, pengen gitu melewatkan weekend disitu dulu, tapi apa daya Muslim and the gank ngajak pulang. Oh ya, bahkan sebelum pulang ada seorang ibu-ibu, duuh lupa namanya siapa yang minta nomor telepon karena ada anaknya yang kerja di RMUTT sebagai tenaga medis di Medical Centernya RMUTT, dan ibu itu juga yang bilang menggunakan bahasa inggrisnya yang lumayan lancar “you beautiful woman from Indonesia” haha (this is the point of all of this. Haha). Mungkin dikira beautiful karena hanya aku perempuan berkulit sawo matang agak membusuk diantara gadis-gadis Thailand berkulit putih, hehe. But, terimakasih ibu sudah bilang saya cantik.


Sekian, cerita Idul Adha yang mungkin gak penting dibaca. Semoga ada manfaat walaupun secuil. Amin.

Wassalamu’alaikum wr wb.


Selamat Hari Raya Idul Adha 1438 H. Semoga apapun bentuk pengorbanan kita buat masa depan, buat keluarga, buat saudara, teman sahabat, lebih-lebih buat agama, dicatat dan dinilai pahala oleh Allah. Amin.


Selamat berakhir pekan dan berkumpul bersama keluarga (yang di rumah. Hiks..)


 
 
 

Comments


Featured Review
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Tag Cloud

© 2023 by The Book Lover. Proudly created with Wix.com

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey Google+ Icon
bottom of page